Jejak Viral Sang Koki di Sekolah

Jejak Viral Sang Koki di Sekolah

Menjadi sorang guru adalah sebuah impian yang indah. Pada saat kuliah sebenarnya sudah terbayang saat nanti aku mulai mengajar. Perjalanan mencari kerja hingga Jakarta tak kunjung membuahkan hasil.

Namun tiba-tiba hengpon jadulku berbunyi. Seorang teman membujukku untuk menggantikanya mengajar musik di sebuah sekolah swasta bernama Shekinah. Ya sekolahnya bisa dilihat pada cover di atas. Aku yang lagi 'down' tanpa pikir panjang akhirnya menerima tawaranya.

Sebuah keterkejutan yang signifikan aku alami saat awal interview. Aku disuruh bukan hanya jadi guru musik namun juga menjadi guru interpreneur.

Menjadi guru interpreneur yang diharapkan Kepsek disini adalah aku menggunakan kemampuan jurus memasakku. Ya, Kepsek melihat hobiku memasak di CV saat aku melamar, aku kira itu sebuah kesalahan yang konyol untuk menulis semua hobimu di CV.

Aku sebenarnya suka memasak makanan Jepang, dulu aku kerja sambilan saat menyusun skripsi di sebuah warung makan Jepang di Jogja. Aku bisa membuat okonomiyaki bahkan aku bisa berinteraksi dengan pelanggan Jepang asli (nggak sombong). Padahal cuma bisa bilang sumimasen dan arigatou, doitta dan kimochi.

Oke lupakan soal tadi.

Singkat cerita petualangan yang sebenarnya tentang keadaan tidak 'nyaman' ini akan segera dimulai. Aku sudah langsung ditugaskan mengajar musik dan masak dari kelas 1 sampai 6! Oke sebenarnya masak dari kelas 1 sampai kelas 5 saja karena kelas 6 fokus untuk ujian.

Cerita kali ini akan berfokus di kelas 4 dan 5.  Jangan tanyakan kelas 1 gimana aku ngajarnya! Tentu saja gampang! (gampang terguncang mentalku).

Kelas 5 adalah sebuah kelas dengan jumlah murid yang relatif sedikit aku agak lupa, mungkin sekitar 15-16. Kelas ini didominasi oleh suara cempreng yang menjadi pusat pengacau kegaduhan bernama Ogi.

Saat aku masuk kelas untuk yang kesekian kalinya kelas ini makin unik. Terkadang lagu partai P*rind* dikumandangkan dengan arogan. 

Sedangkan kelas 4, ada anak bernama Jansen, beratnya hampir atau mungkin sudah mencapai 100 kg. Walau badannya besar dia cukup sensitif, kalau salah ngomong dia bisa men-smack-down-mu, atau minimal dia akan menangis. 

Aku akan mulai dari kelas 4. Kelas 4 Awal-awal masuk agak berantakan, jumlahnya lumayan ada sekitar 28 anak.

Awal aku masuk dan mengajar entrepreneur aku mencoba membuat sesuatu yang sederhana yaitu jus Oreo. Bentuknya memang seperti lumpur lapindo, tapi rasanya enak. Cara Buatnya juga mudah tinggal blender aja Oreo, kasih es terakhir meses. Awal kerja harus main aman. 

Seminggu sebelumnya anak-anak aku kasih tugas menyiapkan bahan untuk membuat jus Oreo. Namun saat aku memberi tugas, mereka malah sibuk berdebat, apalagi berdebat dalam kelompok ingin menjadi ketua kelompok. Sontak aku berusaha memberi masukan tapi terlambat. Sekitar 6 anak menangis secara kompak. Aku deg-deg-an. Jantung aku mau coot mendengar paduan tangisan mereka. Tolong. 

Seminggu kemudian tibalah saatnya membuat jus oreo.

"Anak-anak tolong membuat kelompok masing-masing beranggotakan 5-6 anak ya."
"Baik Mr. Adrie," jawab anak-anak kelas 4.

Mereka akhirnya mulai membuat jus Oreo. Lengkap dengan wadah untuk mereka jual. Namun aku tidak bisa melihat dengan detail semuanya. Aku mencicipi rasanya relatif oke. 

Selama membuat, beberapa anak sangat teratur, ada yang menurut seperti Levin, Basa dan lainnya. 

Namun Jansen saat membuat malah ngemil meses terus, yang lain sampai gemes. Mengingatkan bahwa produk itu akan dijual dan bisa bangkrut kalau Jansen ngemil terus. 

"Mr. Adrie aku jual ya."
"OK jangan mahal-mahal, Rp 4 ribu aja paling mahal."

Hasil penjualan lumayan, walau nggak begitu untung karena Oreo mahal (aku kurang perhitungan wkwkwk). Namun ya sudahlah, anak-anak senang dan tersenyum bahagia.

Hari berikutnya aku masuk sekolah. Tiba-tiba aku dipanggil Kepsek. Bukan! Lebih tinggi lagi, aku dipanggil Ketua Yayasan. Jeger.

Ya Tuhan cobaan apakah ini? Baru kerja belum ada seminggu langsung berbicara 4 mata dengan ketua Yayasan.

Aku masuk ke ruang KY (Ketua Yayasan).

"Well well well.. Mr. Adrie," kata KY.
"What did you do yesterday?"
"Eehh? In grade 4?"
"Yap."
"I.. I make oreo juice."
"What, Oreo?"
"Iya..."
"Itu tidak menarik kamu tau."
"Hah?"
"Kamu lihat warnanya."

Dalam hati aku berpikir warnanya seperti lumpur, memang sih terlihat seperti jualan lumpur.

Aku jadi kebayang saat murid-murid jualan terus salah satu ada yang bercanda dengan orangtua murid.

Joan, "Mau beli jus bu?"
Ortumur, "Jus apa nak?"
Joan, "Oreo,"
Ortumur, "Itu kok kayak kotor ya."
Joan, "Hahaha nggak apa enak kok, memang warnanya gini."
Ortumur, "Berapa harganya? Beli satu."

Joan tidak tau bahwa ortumur itu mata-mata orang dalam (ngawur). Akhirnya produk yang dibeli difoto. Kemudian diviralkan ke grup2 lambe njedir.

Foto produk Oreo langsung diulas oleh para penatua dan mastah.

"Ini jus lumpur Bu, buatan guru baru."
"Hahaha guru apa ini, blender kok Oreo."
"Nggak tau nih jus lumpur, mungkin ikut-ikutan di YouTube yang nggak jelas."
"Wah parah ya guru baru, pengen aku amplas tu muka."

Sebenarnya aku sering diviralkan oleh orangtua murid, terlebih bila aku menyuruh tugas yang dianggap sulit dan membuat soal yang kelewat susah.

Pernah ada orangtua murid kelas 6 yang tiba-tiba nyapa dan ngatain maut.

"Hallo Mr Adrie."
"Hallo."
"Mr itu kisi-kisi kemarin maut ya."
"Ano..eto.."
"Tolong besok jangan susah-susah ya."
"Baik."

Aku merenung. Saat pulang aku baca lagi, dan rupanya emang benar maut. Hmf. 

Mari sekarang kita membahas ke kelas 5.

Berbicara soal anak SD, tingkah mereka memang aneh-aneh, di kelas 5 ada yang namanya Noel, anak yang sok cool ini disukai banyak wanita nampaknya. Walau agak tersiksa sepertinya dia bergaul dengan Ogi (haha). Secara Ogi memberi asupan kata-kata mesum kepadanya. Walau gitu Noel menerima wejangan mesum itu bersama Yool. 

Noel disukai Elin, yang sepertinya Noel juga suka kepadanya namun malu-malu macan.

Dia suka grogi sendiri walau kadang dia terlihat suka. Apakah itu namanya cinta monyet saudara-saudara? Aku pun pernah mengalaminya (nggak sih). 

Ada Ogi sang anak mesum dan nyanyian partainya. Kemudian ada Sintia, sang penggila Korea. Dia bahkan katanya menempel banyak foto oppa-oppa di dalam ruang kamarnya, tak jarang dia ajak ngobrol kalau lagi senggang katanya. 

Kemudian ada Sendi sang Otaku, dia salah satu murid yang paling nyambung kalau aku ajak cerita soal One Piece. 

Pertemuan kelas entrepreneur berikutnya menjadi lebih 'gila'. Ini saat aku mengajarkan cara membuat Yakisoba. Yang malah jadi 'Jangan Coba' untuk anak kelas 5.

Yakisoba adalah makanan Jepang berbahan dasar mie. Mie digoreng intinya, namun ada beberapa bumbu khusus yang membuat cita rasa khas. 

Saat murid-muridku mulai memasak, mereka sangat antusias. Kali ini kami memasak di halaman, sebenarnya ada ruang entrepreneurs ketika aku masuk menjadi guru yang langsung dalam proses pembangunan, namun belum jadi. 

Seperti biasa mereka memasak dalam Kelompok-kelompok kecil. Tugas membawa bahan-bahan juga sudah mereka atur seminggu sebelumnya. 

Namun ada murid bernama Van ya. Aku hampir lupa mengenalkan tokoh penting yang satu ini. Dia adalah murid paling ambisius masalah uang. Jadi motivasi dia memasak mungkin bukan soal enak tapi soal jual dan jual. Uang yang utama. 

Saat aku membantu kelompoknya, kadang kelompok Ogi kurang terima dan bilang, "Mr. Adrie kok di sana terus." 

Akhirnya aku membantu kelompok Ogi juga karena sepertinya mereka memang butuh bantuan dalam menyiapkan bumbu. 

Di saat yang bersamaan kelompok Vanya mengatakan, "Mr. Adrie aku masukin ya mulai memasak." 

"Oke, masukkan sesuai panduan tadi ya." 

Kemudian Vanya mulai memasak, kadang mereka rebutan sama siswa lain yang ingin mengayunkan spatula. Bahkan tak jarang wajah mereka jadi cemberut satu kelompok. 

Kelompok Ogi juga nampaknya mulai siap, Noel dan Yool membantu dengan baik. 

Aku mendengar Vanya lagi mengatakan bahwa dia akan memasukkan kecap. Aku sekali lagi mengiyakakkan. 

"Terus Mr.?" 
"Iya.." jawabku ke Vanya. 
"Oke." 
"Loh terus apanya?" 
"Kecapnya." 
"Ahh stop stop, maksudnya Mr terus aduk rata, kecapnya dikit aja." 

Trus aku juga membantu kelompok Ogi, Noel membawa kaldu ayam cair, tapi malah satu plastik besar tumpah semua ke dalam mie yang juga sedang mereka olah. Jeger. Ancur. 

Yang satu hitam dan yang satu becek. Dua kelompok lain (kelompok Elin dan Sendi) sepertinya lumayan, untung nggak parah saat aku cicipin. Setelah selesai aku cicipin juga punya kelompok Vanya. 

"Lumayan." 
"Serius Mr? 
"Iya... (aku menghiburnya saja, aslinya kemanisan)." 

Rasanya kemanisan karena kebanyakan kecap, sepertinya punya Vanya yang paling tidak layak jual. Akhirnya aku bilang kalau punya kelompoknya jangan dijual. 

"Kita makan bareng aja."
"Yah Mr, aku pengen jual," kata Vanya. 
"Nggak usah." 

Kemudian aku mengambilkan wadah yang sudah mereka bawa, tempat plastik. Kemudian aku cuci-cuci beberapa alat masak dan tinggal bentar. 

Pas aku kembali, aku heran kok makan kelompok Vanya paling cepat, padahal porsi paling banyak. Secara yang lain dikit karena dijual. 

"Mr. Adrie sudah aku jual ya." 
"Heeeee?" 

Duarrr. Mie Yakisoba produk gagal Vanya beredar di pasaran dengan cepat, entah bagaimana caranya anak ini sungguh berbakat jualan. Namun perasaan aku nggak enak. Sepertinya orangtua murid akan mem-viralkan produkku lagi. 

Kali ini mungkin bukan jus lumpur tapi pakan lele. Jeger. 

Oke fix tahun depan aku nggak ngajar, siap-siap ternak lele.

Belum ada Komentar untuk "Jejak Viral Sang Koki di Sekolah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel