Chapter 2: Barongsai Dadakan

Chapter 2: Barongsai Dadakan

Hari itu adalah hari dimana gue bersiap berpetualang. Hari dimana gue siap untuk merantau tinggal jauh dari orangtua karena udah lulus dari SMA. Sejak lulus dari SMA gue mencoba mendaftar kebeberapa universitas, waktu itu gue ambil jurusan geografi. Gue bersyukur karena gue kali ini ke luar kota ditemani sahabat gue Patrik. Padahal Patrik sendiri juga nggak tau jalan. Pernah tanya dulu waktu main ke Jogja, itu juga malah tersesat ke Kali Code.

Patrik kebetulan mendaftar universitas yang sama dengan gue di Semarang. Beberapa hari lagi adalah ujian bagi para peserta yang telah mendaftar. Karena gue ambil jurusan geografi tentu saja gue mempersiapkannya dengan jenius. Hal-hal yang gue lakukan adalah belajar langsung terjun kelapangan. Gue menghitung rumput dan mencicipinya satu demi satu (emang gue embek). Bukan! tentu saja gue bukan menghitung rumput tapi butiran debu! Aku tanpamu butiran debu (baper).

Patrik sendiri juga belajar praktik karena dia ambil jurusan seni lukis. Dia mencari model cewek-cewek cantik tapi selalu gagal karena para cewek-cewek mengira Patrik adalah cowok mesum. Tatapan Patrik memang tatapan yang penuh dengan aura misterius. Pernah kejadian di kelas dia lagi mendengarkan salah satu Ibu guru akutansi dengan tatapan yang tajam. Entah kenapa tiba-tiba guru itu diam dan bilang, “Mas patrik jangan mesum dong liatnya.” JEGER. Sontak anak-anak berteriak “Patrik mesum!”

Dan akhirnya Patrik melukis hal lain yang abstrak.

“Gimana Pat persiapan 2 hari lagi ujian?’ tanya gue

“Hmm lumayan, gue udah persiapkan yang terbaik.”

“Udah nyiapin cewek cantik buat model belum? Hahaha..”

“Hmmm kamvret lu.”

Hari berikutnya gue cuma mempersiapkan SIM dengan mengikuti tes (teori dan praktek). Singkat cerita gue berhasil mendapatkan SIM dan langsung minta izin ke ortu untuk pergi ke Semarang.

Nyokap gue seneng banget waktu gue bilang punya SIM baru dan sukses dalam mengikuti tes. Gue berasa menang piala penghargaan cowok ter-populer se-Temangung dengan respon nyokap gue ini.

Gue dan Patrik tentu saja menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk menginap beberapa hari di Semarang. Persiapan hari itu rencananya langsung mau berangkat ke Semarang pada hari yang sama.

Setelah semua siap, perjalananpun akhirnya dimulai. Gue waktu itu di depan karena Patrik juga belum begitu tahu jalan ke Semarang lewat jalan pintas. Jalan pintas yang gue tuju cukup exstreme.

Perjalanan waktu itu mendung dan kurang cerah, rasanya mendung seperti hati gue yang terlalu lama menjomblo. Gue pokoknya berharap tes di Semarang dapet kenalan cewek cantik (fokus Drie fokus). Dan gue baru sadar kalau tujuan gue ujian malah jadi melenceng kearah cewek. Cewek memang membuat hidup gue kadang nggak fokus.

Cuaca makin mendung saat kita udah mulai berangkat seperempat jalan. Kelihatannya hujan segera datang nggak lama lagi. Jalanan bener-bener menangkan hati dengan banyaknya pepohonan.

Selama perjalanan tiba-tiba hujan pun turun. Patrik pun memberikan tawaran untuk gantian nyetir, “Drie biar gue yang lanjut depan,”

“Serius nih?” tanya gue.

“Iya nggak masalah, kasian lu kan capek pasti dari tadi di depan.” jawab Patrik.

Akhirnya kita sepakat buat ganti posisi sekalian ngularin mantel. Mantel yang kita gunakan adalah mantel unta. Mantel unta adalah mantel yang lubang kepala ada dua dan kalau dipakai jadi kayak punuk unta gitu.

Bagi yang pernah ke Semarang lewat pasar Sumowono pasti tau kalau jalan lewat sana memang agak beda dari jalan sebelumya karena jalan naik turun dan belak-belok, cuma kalau lewat sini view-nya memang keren banget. Lewat candi Gedong Songo juga.

Perjalananpun kita lanjutkan lagi, mulai gerimis, langit semakin gelap, kulitku juga ikut gelap (dari dulu keles). Angin kenceng banget diguyur hujan juga. Jalan berkelok-kelok naik turun. Sebelah kanan bukit dan sebelah kiri jurang. Kalau sampai jatuh ya bener-bener bahaya. Game Over.

Tiba-tiba jalanan menurun disertai tikungan tajam, jalan juga licin.

“Hati-hati Pat!” triak gue.

“Woeee… eeee... eeee”. Patrik comat camuk kayak orang keselek oncom.

Roda sudah di tanah dan nggak di aspal lagi dan akhirnya… Braaakkkkkk.

Motor meluncur ke jurang yang untungnya nggak begitu curam, sedangkan gue dan Patrik menculat terpisah dari motor ke semak belukar. Kita masih pake mantel dan lengkap dengan helm. Patrik pun bangkit berdiri dan bilang, “Motorku mana motorku mana?”

Gue masih di semak belukar (Kamfreet). Patrik berjalan dan menyeret-nyeret gue sambil bilang lagi “Motorku mana, motorku mana?!” Dia nggak peduli dengan sekitar yang ternyata sudah semakin ramai orang (lebih tepatnya penonoton). Gue pun akhirnya bilang dengan lirih, “Pat ini kita masih pake mantel unta lu dari tadi nyeret-nyeret gue yang nggak berdaya kamvret”. Patrik lihat gue terdiam sebentar dan baru bilang, “Owh iyo sorry.”

Orang-orang malah pada terhibur dengan atraksi dadakan kami. Orang-orang mungkin mengira kita semacam barongsai ditengah jalan yang sedang konser dadakan buat galang dana. Setelah itu orang-orang membantu motor untuk naik ke atas. Setang motor tersebut bengkok ke kanan setelah sampai atas.

Badan gue penuh lumpur dan badan Patrik lebih parah.karena waktu jatuh Patrik bagaikan papan seluncur yang gue tumpangi. Orang-orang beberapa akhirnya mulai membantu gue dan Patrik. Ada seorang Ibu-ibu yang masih senyam-senyum nggak jelas sambil ngomong, “Maaf mas tadi ketawa soalnya lucu jatuh gitu tapi motor nggak ada hehe.”

“Hahaha iya hahaha.” Gue dan Patrik cengar-cengir.

Setelah berterimakasih dengan orang-orang yang menolong kita lanjut lagi perjalanan dan dengan setang yang bengkok! Dan parahnya gue yang ngemudi setang bengkok tersebut, sehingga kalau posisi belok kanan itu motor lurus. Butuh mikir untuk mengemudikan setang semprul itu. Segera deh kita cari bengkel terdekat dan kita juga mencari tempat membersihkan badan yang penuh lumpur. Kita nemu bengkel dan tempat cuci motor. Kita akhirnya membersihkan baju di tempat cuci motor tersebut (istimewa cah).

Setelah semua beres, kami masih bersyukur karena ternyata luka kami nggak parah, cuma lecet sedikit saja. Akhirnya perjalanan kami waktu itu bener-bener brarti karena memberikan pelajaran supaya lebih berhati-hati lagi (khususnya kau Patrik).

Nggak lama setelah itu kami sampai tempat temen Patrik. Kita disambut hangat dan kita bisa sedikit menghela nafas. Akhirnya sudah sampai Semarang. Kitapun sharing, sembari ditemani camilan da teh hangat. Tawa dan ceritapun mewarnai kita semua sampai larut malam dan kita tidur pulas banget.

Paginya gue bangun pagi dan bersiap untuk tes masuk universitas, tapi begitu shock-nya gue saat badan gue kaku semua susah gerak gara-gara habis jatuh dan ditambah lagi gatal-gatal nggak tau kenapa. Kamvreto.



3 Komentar untuk "Chapter 2: Barongsai Dadakan"

  1. mr kok komentar nya masih 0
    hahhahahaha
    biar banyak komentar nya

    BalasHapus
  2. Hahaha maklum masih baru (desain komentar maupun postingannya)
    Makasih udah meramaikan komentar Blog-nya :D

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel